Tentang Kehilangan

Bulan April yang lalu, aku beli Drone DJI Phantom 2 Vision+. Saat menerima barang itu, aku sempat kecewa dan mengeluh. DJI Phantom 3 baru aja dirilis saat aku menerima DJI Phantom 2 Vision+ ini. Mana harga DJI Phantom 3 lebih murah dan fiturnya lebih 'wah!'. Aku sempat mikir, harusnya aku beli Phantom 3, bukan Phantom 2. Hal itu membuat aku tak begitu menyayangi drone ini. Karena saat memakainya, aku selalu diburu oleh rasa penyesalan di hati. Ntah kenapa, karena kepikiran DJI Phantom 3, memiliki DJI Phantom 2 saat itu nggak membuatku bahagia.

Tapi sehari kemudian aku dapet pelajaran. Drone yang baru datang itu hilang. Nyesek banget sih, soalnya barang itu baru nyampe sore hari, eh.. Besok siangnya hilang. Rasanya itu kayak udah lama banget pedekate, tapi belakangan si gebetan malah jadian sama orang lain. Kita yang baik-baikin, tapi yang dapet status orang lain. Gimana nggak nyesek, aku nabung berbulan-bulan buat beli drone seharga USD 1000 itu. Begitu nyampe kok ya hilang gitu aja.

Ceritanya, berawal saat pagi hari aku ngetes drone itu. Aku coba terbangkan di lapangan dekat rumah. Paginya, drone itu masih terbang dengan wajar dan fungsi kameranya masih normal. Aku bisa ngerekam video dan motret diri sendiri.

Putih-putih di telingaku itu bukan headphone, bukan juga bedak yang ketebelan, tapi perban.

Tapi ada sedikit masalah, di mana fitur FPV (First Person View) dari drone ini terputus koneksi videonya kalo posisi terbangnya sudah lebih dari 10 meter dari tempatku mengendalikannya. Padahal, wajarnya aku masih bisa melakukan streaming video yang direkam kamera itu dengan lancar secara live minimal dari jarak 300 meter. Tentu hal itu membuatku penasaran.

Sebagai alumni STM elektro, jiwa teknisiku pun membuncah. Aku utak-atik drone itu, dan beberapa jam kemudian aku sukses membuat fitur FPV-nya berjalan lancar di jarak yang lebih jauh. Karena penasaran, aku nyoba untuk menguji seberapa jauh fitur FPV ini bisa bekerja. Apesnya, saat dia mencapai ketinggian kira-kira 150 meter, aku curiga ada malaikat bersin. Tiba-tiba angin berhembus kencang! Drone-ku terseret menjauh dan terbang semakin tinggi. Aku mulai panik, aku coba lawan angin dengan cara mengendalikan drone itu untuk kembali ke arahku. Namun kekuatan angin terlalu kencang, drone-ku semakin menjauh. Aku tak mampu melihatnya lagi, aku menyerah.

Aku matikan remote controlnya, karena sebelumnya aku sudah mempelajari bahwa drone itu punya fitur RTH (Return to Home), alias bisa kembali ke titik di mana dia take-off kalo kehilangan sinyal remot. Untung, sebelum terbang aku sudah lock GPS dan Compass di Home-point. Aku pun duduk di lapangan itu, menunggu, menunggu, dan menunggu. Aku berharap dia akan kembali, tapi ternyata dia tak pernah kembali.

Hari itu aku merasakan jadi orang yang disiksa oleh ketidakpastian. Mau meninggalkan lapangan, aku khawatir nanti drone itu kembali, mau tetap di lapangan, aku tak melihat tanda-tanda dia kembali. Hal yang paling menyiksa dari menunggu adalah, menunggu sesuatu yang tidak tentu.

Hingga sore menjelang, aku pastikan drone itu tidak kembali, karena baterainya hanya bertahan 20 menitan. Aku pun pulang dengan wajah sayu. Aku curiga drone itu tak bisa kembali karena angin terlalu kencang, atau drone itu kehabisan batre saat perjalanan kembali ke home point.

Namun, aku tak mau menyerah begitu saja. Sampai di rumah, aku segera googling foto drone sejenis, lalu aku buat selebaran dan aku tempelkan di tembok-tembok daerah dekat rumah.


Selain aku sebarkan di dunia nyata, aku sebarkan juga pamflet itu di dunia maya agar teman-teman yang aktif di internet juga bisa ikut bantu mencari drone-ku.

Apakah drone itu ketemu?

Sebulan lewat, nggak ada kabar dari drone itu. Aku mencoba ikhlas dan tabah meskipun pelan-pelan aku disiksa oleh penyesalan. Ntah kenapa, setelah drone itu hilang, aku malah nyadar berbagai macam kelebihan dan fungsinya. Tapi mati-matian aku coba hilangkan semua memori itu dan berusaha untuk ikhlas. Kenapa? Karena kecewa dan amarah hanya akan membuat hati merasa gerah.

Di saat aku sudah mulai hampir lupa tentang drone itu, kemarin ada teman yang menghubungiku via WA dan mengirimkan screencapture ini:


Aku kaget. Aku sangat yakin itu drone-ku. Karena drone itu ditemukan di daerah yang aku curigai di mana drone-ku jatuh. Akupun segera menghubungi orang itu.

Saat aku telpon, dia menanyakan banyak pertanyaan yang menyangkut ciri-ciri drone itu, lalu isi video yang terekam di drone itu. Aku coba jawab semua pertanyaannya sesuai kemampuanku untuk mengingat, dan ternyata jawabanku benar. Yang berarti, drone itu memang punyaku. Drone itu ditemukan di atap rumah secara tidak sengaja.

Lalu aku menanyakan kepada si Bapak-bapak yang mengaku bernama Pak Min ini,

"Bapak pernah liat pamflet saya yang isinya tentang pencarian drone itu nggak?"

"Wah.. Ndak dek." Jawab dia.

"Begini pak.. Meskipun bapak nggak tau, saya akan tetap memenuhi janji saya. Di pamflet itu, saya tulis siapapun yang menemukan drone saya, akan saya beri imbalan Rp. 1 Juta. Jadi, saya akan tetap memberikan uang sejumlah itu kepada bapak meskipun bapak tidak tahu." Aku coba jelasin hal itu karena aku tidak mau melanggar janjiku kepada Tuhan. Aku berfikir jawaban itu akan membuat bapak itu merasa dihargai juga. Tapi...

"Wah.. Gimana ya dek ya.. Saya jadi ndak enak nih." Saat dia bilang gitu, aku kira dia mau pura-pura menolak pemberianku. Tapi ternyata...

"Ini kan saya nemunya rame-rame. Ada 6 orang lainnya yang nemu barang ini bareng saya. Terus, menurut mereka, mereka minta tebusan 2 juta. Soalnya mereka tahu ini barang nggak murah."

Jawaban bapak itu merobek hatiku. Aku ngerasa kecewa dengan manusia di zaman sekarang. Mungkin uang segitu masuk akal untuk diminta apabila Drone-ku jatuh di kepala orang dan melukainya sehingga dia berhak meminta uang ganti rugi untuk berobat. Tapi kenyataannya tidak kok, drone itu jatuh di atap dengan perlahan. Nyatanya, keadaan drone itu utuh, tidak patah dan tidak retak sama sekali. Jadi, dari mana angka 2 juta itu muncul? Oh.. Dari keserakahan.

Aku heran dengan orang-orang di zaman sekarang. Sebagian dari mereka menolak uang 1 juta yang berselimutkan keikhlasan, rasa terima kasih dan silaturahmi. Mereka lebih memilih uang lebih namun berselimutkan rasa kecewa orang lain.  Mungkin di antara kalian masih ada yang inget ceritaku kehilangan hape beberapa tahun yang lalu. Aku dihadapkan dengan orang sejenis. Bedanya, hapeku nggak balik, sedangkan drone ini, akhirnya kembali kepadaku meski aku harus merogoh kantongku lebih dalam.

Aku jadi nginget-nginget, apakah aku pernah melakukan hal serupa?

Lalu aku coba ingat-ingat lagi, aku pernah nemu hape di Malang, tepatnya di atas mesin ATM. Ada 2 buah hape, Android dan iPhone. Aku berpikir, 2 hape itu bukanlah benda yang murah, pastinya pemilik 2 hape itu membeli dengan bersusah payah. Yang lebih aku pikirkan, ada yang lebih berharga dari hape itu, yaitu data dan kontaknya. Pasti sangat berguna bagi pemiliknya. Akhirnya aku tungguin di ATM itu lumayan lama bareng @Indrawidjaya. Beberapa saat kemudian ada orang datang dan mencari hapenya. Saat aku tanya merk dan ciri-cirinya, dia bisa menjawabnya. Akhirnya aku balikin hapenya. Melihat wajahnya ngerasa sangat lega, ntah kenapa aku ikut ngerasa sangat bahagia. 

Itu bukan pertama kali aku nemuin hape. Lebaran kemarin aku lagi jalan-jalan bareng keluarga besar, budheku nemu hape terus tiba-tiba dimasukin tasku. Aku tanya itu hape siapa, beliau bisik-bisik dan bilang kalo nemu. Aku jadi paham, maksud budheku adalah beliau mau nitipin hape itu sampe di rumah, bukan untuk dikembalikan, tapi dijadiin hak milik. Aku menolak, dan segera menuju ke bagian informasi dan menitipkan hape itu. Aku kepikiran, gimana kalo yang punya hape itu adalah anak kosan? Gimana mereka bisa ngehubungin orang tua kalo hape dan kontaknya nggak ada? Aku nggak mau membuat anak orang menderita.

Oke, aku bisa nyimpulin kalo aku selalu balikin barang yang aku temuin tanpa minta imbalan, kok giliran aku kehilangan, orang-orang selalu minta imbalan atau malah nggak mau mengembalikan? Haruskah kelak aku melakukan hal serupa seperti mereka? Habisnya, saat aku udah berusaha jadi orang baik, ternyata yang terjadi malah sebaliknya.

Tapi aku coba renungin lagi secara lebih dalam, lalu aku dapet pencerahan. Aku anggap ini hanya semacam ujian dari Tuhan bagiku, untuk melihat apakah aku akan tetap jadi orang baik setelah selalu dikecewakan. Aku jadi mikir, aku ngerti rasanya dikecewakan, aku ngerti rasanya dicurangi. Aku nggak mau jadi sumber kekecewaan orang lain. Kalo faktanya aku selalu dipertemukan dengan orang-orang yang kurang baik, maka aku boleh menyimpulkan bahwa orang baik itu ternyata langka. Dan aku bangga bisa menjadi salah satu orang yang langka itu. Aku janji, aku nggak akan melakukan hal seperti mereka bila suatu saat aku menemukan barang orang lain atau menemui orang yang kesusahan.

Sekarang logikanya gini, gimana Tuhan mau nitipin rezeki yang lebih gede kepada kita, kalo digoda sama rezeki kecil dan haram aja kita udah gelap mata? Itulah kenapa, aku selalu percaya bahwa Tuhan akan memantaskan rezeki hamba-NYA sesuai dengan sifat mereka.

Btw, setelah aku dapatkan drone-ku kembali (dengan tebusan yang disepakati bersama), aku kirimkan SMS berikut agar orang itu sadar bahwa yang dia lakukan adalah hal yang hina.


Aku tidak mengutuknya, karena aku percaya baik/buruk doa, bisa berbalik juga. Aku hanya berusaha mengingatkan bahwa tak selamanya kita hidup jauh dari bencana. Aku takut misalpun dia tidak dapet karmanya, tapi malah keluarganya yang menanggungnya. Karena secuilpun rezeki yang berbalut ketidak ikhlasan orang, akan menjadi boomerang.

Yang aku pelajari dari kejadian ini adalah, kehilangan itu mengajari kita tentang menghargai hal yang masih kita punya. Sekarang aku nggak muluk-muluk pengin DJI Phantom 3 lagi, tapi aku akan menjaga DJI Phantom 2 ini dengan sepenuh hati, karena aku nggak mau kehilangan dia lagi. Kurangnya rasa syukur sudah membuatku tidak cukup mencintainya, sehingga Tuhan menegurku dengan cara yang luar biasa.

Oiyah.. Sebelum drone itu ketemu, aku sempat bernazar begini,

Translate: Aku nadzar.. Kalo drone-ku ketemu dalam keadaan sehat dan jangka waktu dekat, aku bakal bagi-bagi duit sejuta kepada siapapun orang yang masih bekerja halal, nggak ngemis, di jalanan. Aku anggap tuhan nitipin rezeki buat orang itu.

Dan ajaibnya, walaupun Drone itu berada di atap rumah orang selama sebulan di cuaca hujan dan panas, saat kemarin dites, semua fiturnya masih bekerja sebagaimana mestinya. Tidak ada kecacatan sama sekali. Ternyata, saat tuh drone terlantar di atap, dia tertutup genteng dari balkon sebelah. Jadinya, dia nggak terendam air saat hujan melanda. So, sekarang saatnya wujudin nazarku. Tuhan emang selalu punya rencana yang indah bagi hamba-NYA yang pantang menyerah ya! Hihihi!

Yak.. Sekian curhatanku kali ini. Makasih udah nyempetin waktumu buat baca. Semoga tulisan ini ada manfaatnya. Makasih juga buat Kaskuser, terus follower di Twitter, dan temen-temen dari Facebook komunitas DJI Phantom Indonesia yang udah bantu nginfoin keberadaan drone-ku. Eh, kamu punya pengalaman tentang kehilangan juga? Share di kolom komentar ya~

0 komentar:

Post a Comment